Pendekatan Multikultural dalam Mempelajari Sejarah
Perlu diketahui tujuan-tujuan belajar sejarah tidak berubah, andai kata guru melaksanakan tugasnya dengan pendekatan multikultural, hanya obyektif jangka panjang dan teknik mengajarnya saja yang perlu diperbaharui. Sebagai contohnya, guru sebaiknya menerangkan apa yang mereka pelajari waktu itu untuk mengembangkan sasaran jangka pendek kepada tujuan yang lebih luas. Obyektif baru berkembang pada saat yang akan dirasakan perlu untuk mencapai tujuan, mendapat hambatan karena kesenjangan dalam kultural. Guru mengintervensi mungkin dengan cara penyampaian yang lain, atau menggunakan bahasa atau dialek yang dimengerti siswa, atau menggunakan bahasa/dialek yang dapat dimengerti siswa/dalam konteks budaya yang dapat dikembangkan berdasarkan konsep siswa. Guru juga harus sadar bahwa cara-cara tersebut adalah semacam menolong siswa yang membutuhkan bridging program agar mereka dapat mengembangkan cara berfikirnya dan cara hidup yang baru dengan wajar sehingga kesadaran itu tumbuh dengan sendirinya menjadi sebuah kebutuhan untuk dapat mengubah beberapa tingkah laku serta sikap tertentu tanpa adanya paksaan atau indoktrinasi.
Dengan menyelesaikan topik-topik pada sejarah yang sesuai, guru tetap dapa mencapai tujuan-tujuan pembelajaran sejarah tanpa meninggalkan bahan-bahan/materi yang perlu untuk menyelesaikan program atau ujian. Dalam pemilihan materi yang mengandung berbagai macam budaya dan bangsa, ada apabila buku teks masih ditulis tanpa pendekatan multikultural maka sebaiknya guru memilih buku dan rujukan yang cocok untuk pengayaan.
Selain itu guru sebaiknya menggunakan metode mengajar yang efektif dengan mengingat referensi budaya beragam di dalam kelas. Ceramah, dengan penyajian naratif yang unggul ternyata lebih efektif dari pada tanya jawab. Dengan metode tersebut sifat ternyata masih banyak yang menggemarinya, demikian halnya dengan metode diskusi. Dalam hal ini guru perlu mengamati dan menyimak keadaan kelasnya sebelum mengambil keputusan yang tergesa-gesa tentang kelas dengan orientasi budaya beragam. Misalnya metode inkuiri yang mendorong siswa untuk bertanya dan mencari jawaban sendiri dengan budaya tertentu. Diskusi yang relevan yakni dengan pesan-pesan multikultural, serta perlu pengarahan dan bimbingan guru dengan menunjukkan bagaimana diselenggarakan agar berkembang menjadi konflik.
Implikasi pemanfaatan perspektif multikultural bagi guru yakni bahwa guru harus berusaha memahami dan memberikan pelayanan pendidikan kepada bermacam-macam kebutuhan siswa di kelas, dan tidak boleh menyamaratakan begitu saja secara umum. Sehingga setiap peserta didik mendapatkan kesempatan menghayati pengalaman sekolah dari hari ke hari dan memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan psikologisnya sesuai dengan bekal pemahaman kulturalnya menuju kepada kehidupan kolektif sebagai bangsa.
Guru sendiri alangkah baiknya bertanya dulu kepada dirinya sendiri apakah ia merasa menampilkan tingkah laku dan sikap yang mencerminkan jiwa multikultural? Apakah cara mengajarnya sudah memperhatikan tuntutan-tuntutan keragaman budaya? Misal; salah satu tujuan dari pengajaran sejarah adalah menanamkan kesadaran tentang tempat di kalangan siswa. Sebagai contoh dan teladan, nantinya guru yang terlebih dahulu menunjukkan empatinya dengan perhatian terhadap masalah dan kesulitan yang dihadapi siswa. Dalam konteks ini menjadi relevan dikemukakan tentang empati. Sebab makna dari empati adalah sikap/disposisi seorang yang hampir sama dengan simpati terhadap orang lain/kemampuan imajinatif dan kreatif mental seseorang dalam menempatkan dirinya pada diri orang lain dalam kondisi/situasi tertentu, dan melalui proses ini ia mampu memahami orang lain. Ia dapat menghayati kesulitan seseorang dalam kekurangan uang, belajar, menemukan masa depan, mencari kerja, berinteraksi sosial, atau menyatakan pendapat. Jadi untuk mempersatukan berbagai etnik bangsa alangkah baiknya kita semua dapat memiliki kesadaran empati dan toleransi terhadap orang lain serta mengembangkannya melalui penghayatan pengalaman secara bersama, cita-cita bersama, dan dengan demikian mempersatukan anak dengan orang tua, tetangga dengan sesama tetangga, sesama warga negara, yang semuanya itu merupakan landasan yang kuat untuk persatuan satu bangsa.
Hal penting lain yakni kebutuhan psikologis seperti perasaan aman, pengakuan, keakraban, dan pujian terhadap keberhasilan siswa sama/bahkan lebih memerlukan bantuan guru dalam pencapaiannya; dan perasaan tidak aman, ketidakmenentuan status atau masa depan, penolakan dan kesulitan keuangan membutuhkan penyelesaian dengan bantuan guru dalam bentuk empati maupun pengertian, serta nasihat/informasi yang praktis untuk memenuhi lembaga/orang yang dapat membantu memecahkan masalah.
Sangat perlu sebuah usaha mengekspresikan diri dengan kerendahan hati yang akrap. Tanpa kata atau retorika, kejujuran, dan ketulusan dan ketulusan guru yang dapat ditunjukkan dengan tindakan dan sikap sepeti merencanakan dan menyajikan pelajaran dengan baik serta memperhatikan dan memenuhi kebutuhan siswa dalam berbagai bentuk keragaman maka guru sejarah tidak akan berhasil dan efektif dalam mencapai tujuannya. Sebab hal-hal itu sudah merupakan pesan-pesan yang langsung dapat dimengerti dan diapresiasi oleh peserta didik.
Pendekatan multikultural dalam pengajaran sejarah tidaklah berarti bahwa guru dalam usahanya mengajarkan sejarah akan lebih mudah. Dapat juga dalam kenyataannya justru sulit untuk dilaksanakan. Bagaimanapun bedanya bahwa mengajar dan belajar sejarah akan lebih menyenangkan dan mengasyikkan, baik untuk guru terutama bagi peserta didiknya.
Demikianlah ulasan tentang "Pendekatan Multikultural dalam Mempelajari Sejarah", yang pada kesempatan ini, dapat sampaikan kurang lebihnya mohon maaf dan semoga bermanfaat untuk kita semua serta terima kasih, sudah menyempatkan diri untuk berkunjung ataupun membaca di Blog !